Branch Retinal Artery Occlusion


 
Pemahaman yang menyeluruh mengenai anatomi mata, orbita, jaras penglihatan, saraf-saraf cranial atas, dan jaras-jaras pusat pengatur gerak mata merupakan prasayarat untuk dapat menginterpretasikan berbagai penyakit yang bermanifestasi di mata dengan tepat. Rongga orbita secara skematis digambarkan sebagai piramida dengan empat dinding yang mengerucut ke posterior. Dinding medial orbita kiri dan kanan terletak parallel dan dipisahkan oleh hidung. Pada setiap orbita, dinding lateral dan medialnya membentuk sudut 45 derajat, menghasilkan sudut siku antara kedua dinding lateral. Bentuk orbita dianalogikan sebagai buah pir, dengan nervus optikus sebagai tangkainya. Diameter lingkar anterior sedikit lebih kecil daripada diameter region di bagian dalam tepian sehingga terbentuk bingkai pelindung yang kokoh.(1)

Volume orbita dewasa kira-kira 30 ml dan bola mata hanya menempati sekitar seperlima bagian rongga. Lemak dan otot menempati bagian terbesarnya. Retina merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, dengan kemampuan untuk memulai pengolahan informasi penglithatan sebelum informasi tersebut ditransmisikan melalui nervus optikus ke korteks visual. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks peglihatan oksipital.(1)

Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut meningkat di pusat macula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer. Lapisan ini mendapat nutrisi dari koroid.(1)

Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang dari arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Oklusi pada cabang arteri retina terjadi bila salah satu cabang dari arteri ini mengalami oklusi. (2,3)


I     EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, Penyakit Oklusi Arteri Centralis Retina sebanyak 58% dari keseluruhan kasus oklusi akut arteri retina, 38% kasus oklusi cabang arteri retina, dan 5 % kasus kasus oklusi arteri cilioretinal. Diantara pasien lansia, pria lebih banyak mengalami penyakit emboli retina daripada wanita. Hal ini berdasarkan angka kejadian stroke yang lebih banyak terjadi pada kaum pria. Sehingga bisa disimpulkan angka kejadian stroke berbanding lurus dengan angka kejadian emboli retina.(3)

            Dalam sebuah studi ditemukan tidak ada perbedaan resiko diantara ras kluit putih dengan ras kulit hitam. Biasanya kasus oklusi cabang arteri retina terjadi pada usia decade ketujuh. Pada penderita oklusi cabang arteri retina diduga disebabkan oleh non-embolik.(3) 

            Beberapa studi menunjukkan bahwa adanya peningkatan angka mortalitas pada pasien dengan emboli pada arteri retina. Peningkatan angka mortalitas ini dikarenakan penyakit stroke atau yang paling terjadi adalah kematian akibat penyakit kardiovaskular.(3)
 
            Insidensi terjadinya neovaskularisasi pada arteri retina yang mengalami obstruksi dilaporkan terjadi kurang dari 5%. Bahkan pada kasus oklusi percabangan arteri retina, neovaskularisasi sangat jarang terjadi. Kalaupun terjadi neovaskularisasi, umumnya terjadi pada pasien yang menderita penyakit diabetes. Beberapa temuan kasus klinis juga dilaporkan bahwa adanya kemungkinan terjadinya neovaskularisasi glaukoma setelah terjadinya oklusi percabangan arteri retina.(3)


I    ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA

Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh corpus ciliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada sisi nasal.(1)

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas tegas dengan kororid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan (2) :

Lapisan Retina(4)


  1. Lapisan Epitel Pigmen, merupakan lapisan terluar retina yang berupa selapis sel yang mengandung pigmen. 
  2. Lapis fotoreseptor, merupakan lapisan retina yang terdiri atas sel batang dan sel kerucut 
  3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane maya. 
  4. Lapis nuclear luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang. 
  5. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal. 
  6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
  7.  Lapisan pleksiform dalam, merupakan aselular merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin, dan sel ganglion. 
  8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
  9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optic. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina. 
  10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antar retina dan badan kaca

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat macula berdiameter 5,5-6 mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal. Daerah ini ditetapkan oleh ahli anatomis sebagai area centralis, yang secara histologis merupakan bagian retina yang ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari satu lapis. Makula lutea secara anatomis didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal kuning – xantofil. Fovea yang berdiameter 1,5 mm ini merupakan zona avaskular retina pada angiografi fluoresens. Secara histologis, fovea ditandai sebagai daerah yang mengalami penipisan lapisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim lain. Hal ini terjadi karena akson-akson sel fotoreseptor berjalan miring (lapisan serabut Henle) dan lapisan-lapisan retina yang lebih dekat dengan permukaan dalam retina lepas secara sentrifugal. Di tengah macula, 4 mm lateral dari diskus optikus, terdapat foveola yang berdiameter 0,25 mm, yang secara klinis tampak jelas dengan oftalmoskop sebagai cekungan yang menimbulkan pantulan khusus. Foveola merupakan bagian retina yang paling tipis (0,25 mm) dan hanya mengandung fotoreseptor kerucut. Gambaran histologis fovea dan foveola ini memungkinkan diskriminasi visual yang tajam, foveola memberikan ketajaman visual yang optimal. Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong cenderung paling besar di macula. Penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan ekstrasel secara khusus dapat mengakibatkan penebalan daerah ini (edema macula).(1)

 Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang dari arteri oftalmika sebagai pemasok utama dan merupakan cabang besar pertama dari arteri carotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan dibawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju ke orbita.(1)

Sistem pembuluh darah retina terbagi atas 2 arteri utama yaitu kapiler koroidalis dan arteri sentralis. Kapiler koroidalis memperdarahi 4 lapisan terluar retina yaitu; lapisan epitel pigmen, lapisan sel batang dan kerucut, Arteri retina sentral (no.12) masuk retina melalui papil saraf optik yang kemudian membentuk percabangan-percabangan dan memberikan nutrisi pada retina dalam. Arteri retina sentral merupakan arteri terminal sehingga bila terjadi oklusi pada daerah ini akan mengakibatkan infark pada retina. Long posterior ciliary arteries (n.4) memperdarahi daerah disekitar uvea dan iris, sementara short posterior ciliary arteries (no.7) membentuk pleksus koroidea. Arteri Siliaris Anterior (no.9) memperdarahi mulai dari daerah muskulus rektus hingga ke daerah sklera, episklera, dan konjunktiva. Fovea seluruhnya diperdarahi oleh kapiler koroidalis dan rentan terhadap kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang yang membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid berlubang-lubang.(1,2,3,5,6,7)


 
Vaskularisasi Retina(5)




I   ETIOLOGI

Pada pasien lansia, penyakit embolik menjadi penyebab umum terjadinya oklusi cabang arteri retina. Beberapa tipe emboli yang menjadi penyebab terjadinya oklusi cabang arteri retina sebagai berikut (3):

1. Kolesterol – Plak Aterosklerotik dari Arteri Carotis
2. Platelet-Fibrin – Pada penyakit kelainan karotis dan thrombosis jantung
3. Leukoemboli – pada penyakit vasculitis, purtscher retinopati, endocarditis septic
4. Fat Emboli – pada fraktur tulang
5. Emboli cairan amnion – pada komplikasi kehamilan
6. Tumor – atrial myxoma, mitral valve papillary fibroelastoma.
  

A. Hollenhorst Plak   B. Kalsifikasi Embolus    C. Fibrin-Platelet     D. Fibrin-Platelet (6)

I    PATOGENESIS

Pada umumnya penyakit oklusi cabang arteri retina merupakan penyakit sekunder akibat embolus. Emboli berjalan melalui sistem peredaran darah dan menyumbat di arteri dengan lumen yang lebih kecil. Emboli bisa berasal dari plak atherosclerosis aorta karotis, platelet-fibrin dari penyakit thrombosis, dan kalsifikasi emboli dari penyakit katup jantung.(3)

Iskemik pada lapisan dalam retina akan berakibat edema intraselular yang merupakan akibat dari jejas selular dan nekrosis. Pada pemeriksaan optalmoskpi, edema intraselular ini akan terlihat berwarna putih keabu-abuan pada retina superficial. Studi pada primata menunjukkan bahwa oklusi total arteri retina berupa cedera iskemik arteri bersifat reversibel dalam rentang waktu hingga 97 menit. Ini mungkin dapat membantu menjelaskan mengapa pasien kehilangan penglihatan sementara sebelum sebuah episode dari cabang oklusi arteri retina terjadi. Mungkin, episode emboli sekunder ini bersifat sementara, menyebabkan oklusi sementara dan kemudian reperfusing retina ketika emboli terlepas.(3)

Oklusi cabang arteri retina yang paling sering terjadi pada bifurkasio arteri yang berhubungan dengan penyempitan lumen pada bifurkasio. Dalam 90% kasus, oklusi cabang arteri retina melibatkan pembuluh retina sementara. Belum jelas apakah pembuluh retina temporal terkena lebih sering atau apakah oklusi pembuluh retina di daerah nasal yang lebih sering terjadi.(3)

           Pasien dengan oklusi cabang  arteri retina memiliki risiko lebih tinggi untuk morbiditas dan mortalitas sekunder untuk kardiovaskular dan penyakit serebrovaskular. Sebuah pemeriksaan medis menyeluruh perlu dilakukan pada semua pasien dengan oklusi cabang arteri retina, dan etiologi dapat diidentifikasi dalam sebanyak 90% dari pasien.(3)



MANIFESTASI KLINIS

Pasien dengan oklusi cabang arteri retina datang dalam kondisi akut, unilateral, tidak nyeri, kehilangan penglihatan parsial, adanya defek lapangan pandang, baik bersifat sektoral maupun sentral.(3)

Pasien kadang memiliki riwayat factor resiko berupa merokok, hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, penyakit arteri koroner, riwayat stroke maupun transient ischemic attack. Pasien juga kadang mengalami amaurosis fugax. Sebuah studi menunjukkan, 14,2 % pasien oklusi cabang arteri retina mengalami amaurosis fugax.(3)

Pada pemeriksaan funduskopi akan ditemukan adanya retina yang pucat disepanjang arteri yang mengalami gangguan. Penyempitan cabang arteri retina, boxcarring, segmentasi dari Blood Columns, cotton-wool spot, dan emboli adalah beberapa temuan yang mungkin akan didapatkan.(3,5)
 
Funduskopi BRAO(3)

I.            DIAGNOSIS BANDING

1.      Oklusi Arteri Sentral Retina

Penyakit ini terjadi karena adanya emboli pada arteri sentral retina. Pasien biasa datang dengan keluhan penurunan peglihatan tiba-tiba dan berat. Penurunan penglihatan pada pasien dengan penyakit ini terjadi karena hilangnya supplai darah ke lapisan dalam retina.(6)

Oklusi arteri centralis retinae biasanya akan menimbulkan hilang penglihatan katastropik tanpa nyeri yang terjadi dalam beberapa detik, hilang penglihatan transien (amaurosis fugaks) sebelumnya. Ketajaman penglihatan berkisar antara menghitung jari dan persepsi cahaya pada 90% mata pada saat pemeriksaan awal. Defek pupil aferen (Marcus Gunn) dapat muncul dalam beberapa detik, yang mendahului timbulnya kelainan fundus dalam satu jam. 25% mata dengan sumbatan arteri centralis retina memiliki arteri-arteri silioretina yang melindungi retina bagian macula dan dapat mempertahankan penglihatan sentral.(1)



Dalam kondisi akut, akan terjadi edema pada lapisan dalam retina, pyknosis nucleus sel ganglion, nekrosis iskemik pada retina yang memberikan gambaran cherry red spot pada fovea, opasifikasi retina, dan yellow-white appearance pada retina.(3)

Funduskopi dan Fluorescens Angiography CRAO(6)


2.      Oklusi Arteri Cilioretina

       Oklusi arteri cilioretina ditemukan pada sekitar 20% dari total populasi. Arteri silioretina memperdarahi retina terutama di area macula dan papillomacular bundle. Gejala klinis biasanya berupa penurunan penglihatan berat pada daerah sentral. Biasanya juga ditemukan gambaran berawan di daerah retina dan terlokalisasi. Pada pemeriksaan fluoresensi angiografi akan ditemukan gambaran filling defect.6


Funduskopi Cilioretina(6)



             
    PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan beberapa pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan tambahan yang bisa dilakukan adalah (3) :
  

1. Pemeriksaan Laboratorium

    Pemeriksaan ini dilakukan dengan beberapa tujuan :


  • Pada pasien dengan umur lebih dari 50 tahun, Lakukan pemeriksaan ESR untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit giant cell arteritis.
  •  Pemeriksaan gula darah puasa, glikosilat hemoglobin, kolesterol, trigliserida, dan lipid, untuk mengevaluasi penyakit aterosklerosi.
  •  Pemeriksaan hitung CBC untuk mengevaluasi anemia, polisitemia, dan gangguan platelet.

2. Pemeriksaan Funduskopi


    Pada pemriksaan funduskopi biasanya akan ditemukan penyempitan pembuluh cabang arteri atau tampilan arteri yang menghilang (attenuasi).Gambaran edem berawan akan tampak pada daerah yang mengalami iskemik.6

Gambaran Fundus Normal


3. Pemeriksaan Flourescens Angiographi
   
            Pengisian yang tertunda pada arteri yang terkena dan hipoflourescen pada retina sekitar akan terlihat setelah onset oklusi. Pembuluh darah bagian distal dari arteri yang terkena akan mengalami retrograde filling dari perfusi kapiler sekitar. Pewarnaan yang tertunda pada dinding pembuluh juga dapat terlihat pada pemeriksaan ini.(3)




              Setelah fase resolusi dari obstruksi, aliran darah dapat kembal normal, namun penyempitan ataupun sklerosis pada arteri yang terkena dapat terjadi.(3)

Gambaran Fundus dan Fluorescen Angiography BRAO(6)
 
4. Pemeriksaan Transesophageal Echocardiography

            Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan penyebab yang embolik kardio terutama pada pasien lansia dengan resiko tinggi penyakit kardioemblik. Faktor resiko tersebut meliputi : riwayat penyakit jantung rematik, prolaps katup mitral, pemasangan katup buatan, riwayat penyakit subakut endokarditis, penyakit serangan jantung, dan sebagainya.(3)

5. Optical Coherence Tomography

            Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai kerusakan structural pada lapisan retina setelah terjadinya oklusi. Sebuah studi menunjukkan terjadinya penebalan yang bersifat diffuse pada neurosensory retina yang terkena. Adanya peningkatan refleksifitas pada lapisan retina dalam dan penurunan refleksifitas pada fotoreseptor dan epitel pigmen juga akan ditemukan yang mendukung patofisiologis terjadinya peningkatan cairan intraselular pada lapisan retina dalam.(3)



OCT BRAO(3)





Sebuah studi juga dilakukan untuk menilai kondisi jangka panjang retina setelah mengalami kerusakan akibat oklusi. Setahun setelah kejadian oklusi percabangan arteri retina, ditemukan lapisan retina dalam yang segmental dan terjadinya pengurangan ketebalan lapisan serabut saraf peripapillary retina. Hal ini berhubungan dengan defek lapangan pandang dengan penebalan OCT dan ditemukan bahwa jeleknya prognosis yang berhubungan dengan penipisan makula dan lapisan serabut saraf retina.3



PENATALAKSANAAN

I.      Tatalaksana Awal

Kasus oklusi arteri retina merupakan kasus emergensi sehingga memerlukan penanganan yang cepat. Keterlambatan penanganan pada kasus ini dapat mengakibatkan terjadinya penurunan penglihatan yang irreversible. Terapi berikut ini bisa dilakukan sebagai initial treatment pada kasus oklusi retina yang dialami dalam waktu kurang dari 24-48 jam(6) :

  • Supine Posture 
  • Ocular Massage yang dilakukan dengan menggunakan “three mirror contact lens” selama 10 detik, untuk mencapai pulsasi arteri central retina (pada CRAO) atau penghentian aliran darah pada (BRAO) yang diikuti dengan pelepasan aliran darah selama 5 detik. Tujuannya adalah untuk menutup secara mekanis lumen arteri dan menyebabkan perubahan yang cepat dalam aliran arteri. Pemijatan sendiri melalui kelopak mata tertutup dapat dilanjutkan oleh pasien. 
  • Sublingual Isosorbide dinitrat. Terapi ini diberikan untuk menginduksi vasodilatasi. 
  • Pemberian campuaran O2 dan CO2. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan terapi “Rebreathing” menggunakan “paper bag” atau yang sejenisnya untuk meningkatkan kadar karbondioksida dalam darah dan menginduksi proses asidosis sehingga merangsang tubuh untuk melakukan vasodilatasi pembuluh darah. 
  • Pemberian Campuran O2 (95%) dan CO2 (5%), untuk memperlambat terjadinya iskemik dan menginduksi vasodilatasi.

Semua terapi diatas belum memiliki evidence yang cukup untuk mengukur tingkat efektifitas dan besarnya resiko terapi sehingga pemilihan terapi diatas harus mempertimbangkan aspek individual penderita seperti durasi terjadinya oklusi, usia, kondisi kesehatan secara umum.(6)

II.            Tatalaksana Lanjutan

1. Terapi medikamentosa
Terapi medikamentosa yang diberikan disesuaikan dengan penyakit yang mendasari kejadian oklusi cabang arteri retina. Antikoagulasi bisa diberikan sesuai temuan pada pemeriksaan penunjang. Antiplatelet bisa diberikan pada pasien dengan kausa stroke. (3,5)

2. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan eksisi embolus. Tindakan ini dilaporkan memberi hasil visus yang baik dan aman untuk dilakukan.(3)


           
           PROGNOSIS

        Prognosis penyakit oklusi arteri yang diakibatkan oleh emboli kalsifikasi jauh lebih jelek daripada oklusi arteri yang diakibatkan oleh kolesterol maupun platelet. Proses penyembuhan dari penyakit oklusi cabang arteri retina umunya sangat baik bila ditangani dalam masa “golden period”, dimana 80-90% mengalami perbaikan ketajaman visual 20/40 atau lebih. Namun, biasanya defek lapangan pandang bersifat persistent. (3,6)



Refference :
 
  1. Eva, Paul Riordan, John P Witcher. 2009. Vaughan dan Ashbury Optalmologi Umum Edisi ke-17 . Jakarta: EGC. hal. 185-195 
  2. Ilyas Sidarta, Sri Rahayu Yulianti. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-5 . Jakarta: Balai Penerbit FKUI. hal. 10-1 
  3. Nathan, Niraj R,et.al. Branch Retinal Artery Occlusion. [online]. 2014. [citied : 8 Juni 2014] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1223362-overview 
  4. Lang, Gerhard K. 2000. Ophthamology – A Short Textbook. New York : Thieme p.299-323 
  5. Kahle, Werner, Michael Frotscher. 2003. Color Atlas and Textbook Of Human Anatomy 3rd Volume. New York : Thieme p.338-41 
  6. Kanski, Jack J, Brad Bowling. Synopsis of Clinical Ophthalmology. 3rd Edition. Elsevier Saunders. p.255-6 
  7. Graham, Robert H, et al. Central Artery Retinal Occlusion.[online].2014. [cited : 16-7-2015] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1223362-overview 
  8. Khurana, AK. 2007. Comprehensive Opthalmology 4th Edition. New Delhi : New Age International p.260-9
 
 
Terima kasih telah mengunjungi dan membaca artikel di website kami. Dapatkan Update Artikel dengan cara mengikuti beberapa Link berikut:


Facebook: https://web.facebook.com/OfficialCatatanDokter
Telegram : https://t.me/catatandokter atau @catatandokter

 

 

Artikel Lainnya

No comments:

Post a Comment

Pages